Pukul duabelas sudah sampai, katanya ia lelah
Memikul manik-manik kata yang telah terangkai
berisi doa-doa berbagai corak
Repetisi empat belas Februari terjadi lagi
Hari ini berlabel angka sembilan belas
Menjadi yang pertama begitu penting rupanya
hingga kita terpaksa bertemu di udara
Menunggangi transmisi data
Sembari mengutuk rangkaian regulasi
yang membuat kehadiranku disana alpa
Bercakap melalui senandung virtual yang kadang
terputus
Namun dikumandangkan terus
Dan raut bitmap digital yang jarang bisa mulus
Lalu kita beranjak ke bagian yang serius
Kau mau kado apa, tanyaku lurus
Aku bukan anak kecil lagi-ini bukan yang pertama
kali, jawabmu ketus
Jelaslah
Kau anggap ini rutinitas tahunan, bagiku ini ritual sakral
Kusebutkan rentetan harapan bak mantera yang dirapal
Tentang mimpi-mimpimu yang dari awal kita ramal
Rahangku bukan tak pegal tapi kuharap doaku kekal
Aminmu menggema dalam keheningan total
Kuharap aku disana, kututup penuh sesal
Pukul dua mengetuk pintu, mengucap salam
Kusambut ia dengan kantuk yang tadinya teredam
Dalam tidur, kulihat kau meniup malam.
P.S: Selamat mengulang tanggal, Kal! I'll see you soon.
14022014
Pas dosen ngatur proyektor, gak liat jam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar