20131130

Half of My Heart

I was born in the arms of imaginary friends. Free to roam, made a home out of everywhere I've been.
Then, you come and crashing in like the realest thing. Trying my best to understand all that your love can bring. 

Half of my heart's got a grip on this situation, half of my heart takes time. 
Half of my heart got's a right mind to tell you that I can't keep loving you with half of my heart.

I was made to believe I'd never love somebody else. I made a plan, stay a man who can only love himself.
Lonely was the song I sang till the day you came. Showing me another way and all that my love can bring.

Your faith is strong, but I can only fall down for so long. Down the road, later on. 
You will hate that I never give more to you than half of my heart.


But I can't stop loving you. I can't stop loving you. I can't stop loving you with half of my heart.


Half of my heart's got a real good imagination, half of my heart's got you.
Half of my heart's got a right mind to tell you that half of my heart won't do.

Half of my heart is a shotgun wedding to a bride with a paper ring.
And half of my heart is the part of man who's never truly loved anything.


-Half of My Heart, John Mayer-

20131124

A Term: Homesick

Berkali-kali mereka memberi nama homesick . Kangen rumah. Tapi saya sendiri bingung memilih terminologi yang tepat untuk menyebut perasaan ingin pulang yang menyelinap masuk tanpa permisi, mengendap di dalam tanpa risih.

Kebingungan saya bukan tanpa alasan. Apa sebenarnya yang telah kita sepakati untuk disebut "rumah"? Cukupkah "bangunan berdinding yang dibangun dengan tujuan proteksi dari bermacam gangguan" menjadi batas definisi? Atau rumah hanya sekedar domisili pengisi kolom alamat di kartu identitas?

Jika mengacu pada definisi semacam itu, maka ini bukanlah homesick. Saya bukannya sedang merindukan bangunan bercat peach di Kota Siantar itu. Apalagi rumah berpagar di Kota Lhokseumawe yang tak pernah saya lihat dan sebatas saya pahami sebagai tempat tinggal kedua orang tua saya. Bukan itu.

Bagi saya, rumah adalah tempat yang diselimuti atmosfer kenyamanan berpadu dengan sense of belonging yang kental, no matter how your condition is. Makna rumah versi saya mungkin terlalu filosofis dari apa yang tercantum dalam KBBI. Tapi biarlah, toh ini bukan tulisan yang akan disetor kepada dosen sebagai LTM yang harus mencantumkan data publikasi. Maka jelas, rumah bagi saya bisa ada dimana saja, tak terbatas pada keberadaan sekat-sekat dinding beton dan lantai keramik.

Lantas, jika rumah bisa berada di mana saja, mengapa saya selalu ingin pulang? Bagaimana bisa lembaran tiket bertuliskan jadwal penerbangan akhir Desember itu terasa sebagai candu untuk mata saya sehingga tak sehari pun saya lewatkan tanpa memandanginya-walau kadang hanya sekilas? Mengapa koper ungu di atas lemari seolah memanggil untuk diisi?


Sederhana saja jawabnya; saya belum merasa nyaman disini. Saya belum menemukan sense of belonging.


Mungkin banyak yang kemudian menuduh tulisan ini jauh dari ungkapan syukur. Universitas impian dengan jurusan sesuai passion, ditambah partner yang berada dalam radius hanya sejam perjalanan. Nyatanya kedua hal tersebut belum mampu merepresentasikan makna rumah sesungguhnya. Mengapa masih merasa kurang?

Entahlah. Saya tak tahu pasti sebabnya. Saya hanya merasa ada beberapa hal yang out of expectation, yang kemudian mengobrak-abrik masterplan awal yang berkembang dalam benak saya. Ada ketimpangan antara harapan dengan realita. Jika ini konteks kenegaraan, mungkin akan lebih gampang menyelesaikan ketimpangan ini; buat saja sebuah tindakan afirmasi, maka rakyat akan senang. Tapi ini bukan negara, tak ada rakyat dan pemerintah yang terpisah dalam benak saya.

Ah, saya sudah menceracau terlalu panjang, nampaknya. Ini hanyalah sepenggal tulisan dengan self-reference yang berlebihan. Ungkapan kegelisahan mahasiswi baru yang rindu kembali ke zona nyamannya, dimana semua hal sesuai dengan harapannya. Suatu hari nanti ia akan paham bahwa tak selalu terjadi sinkronisasi antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi dalam kenyataan. Tapi nanti; belum sekarang.


24112013-22:40
-maybe I just feel lonely.



20131106

I Will Stop Loving You

I will stop loving you when there's someone who can prove that Einstein's Postulates are wrong.
I will stop loving you when the F= m.a formula is not valid anymore.
I will stop loving you when Periodic Table gets messed up.
I will stop loving you when two Indifference Curves meet at one point and concave to the origin.
I will stop loving you when Schramm's Communication Model loses its field of experience.


I will stop loving you when Marx's theory about classless society become reality.


I will stop loving you when the axiom "we can not not communicate" is broken.
I will stop loving you when ethnographic method can't explain the culture anymore.
I will stop loving you when Montesque opposes his own Trias Politica model.


I will stop loving you when there's an apple fruit grows in a mango tree on 30th of February.


I will stop loving you when Thor loses his gavel.
I will stop loving you when Isabella Swan gets divorced from Edward Cullen.
I will stop loving you when Doraemon's magic pocket stop producing the stuffs.
I will stop loving you when Shinichi Kudo gets his normal body back.
I will stop loving you when Shichan becomes adult.
I will stop loving you when Spongebob gets his driving licence.


And I will stop loving you exactly when you stop loving me. As simple as that. 

20131104

The Fifth.

365 hari yang lalu
Aku tak pernah menyangka kamu akan mengambil peran sebagai significant others dalam hidupku.

365 hari yang lalu
Aku penganut budaya parokial yang begitu apatis terhadap apa yang mereka sebut cinta.
Bagiku, cinta hanya sebatas ekskresi hormon feromon, dopamin, dan oksitosin
Suatu hari nanti para ilmuwan akan berhasil membuat hormon-hormon itu.
Lalu cinta akan menjadi produk sintesis dan instan.

Dan dengan self-reference yang terlalu tinggi aku menganggap apa yang mereka sebut cinta hanyalah bagian dari dramaturgi.
Seorang pria yang berakting dalam front region demi menyenangkan wanitanya. Lalu atas nama expression given off, sang wanita ikut melanjutkan peran demi menghibur audience.

Cinta hanyalah tentang seberapa lihai kita melakukan impression management di masa pendekatan. Padahal kenyataannya di balik backstage tak pernah seindah itu


365 hari yang lalu
Kamu datang, bukan sebagai pangeran penunggang kuda putih yang hendak membawaku lari dari kastil
Memperkenalkan diri sebagai teman, kamu pelan-pelan melakukan desosialisasi paradigma di benakku.
Lalu memberi perspektif baru dalam resosialisasi yang berjalan berbulan-bulan.

Bahwa cinta bukan sesuatu yang sintesis dan instan, melainkan sebuah proses panjang yang melibatkan amygdala dalam mendefinisikan situasi.
Bahwa dalam mencintai kita tetap bisa menjadi diri sendiri, tak perlu repot membangun setting seperti dalam dramaturgi.
Bahwa dinamika dalam mencintai bukan hanya antara bahagia dan bertengkar, melainkan bisa bertahan antara bahagia dan sangat bahagia.


Bahwa cinta adalah tentang toleransi percakapan teknik mekanika dengan fenomena gunung es dalam komunikasi.


Congratulations, Captain!
Usahamu mengubah gesellschaft menjadi gemeinschaft di antara kita tidak pernah sia-sia
Mungkin kita bisa menciptakan model baru dari kategori solidaritas versi Durkheim;
Solidaritas mekanik yang bercirikan ketergantungan, tetapi tetap mengutamakan collective conscience.
Mungkin kita bisa mendiskusikan namanya siang ini!



P.S:
Aku tau kamu gak ngerti apa yang aku tulis ini. Tapi kalo aku bilang "I love you, much", kamu ngerti kan?
Happy fifth the fifth, Kal!