20140209

The Eighth

Saya benci jarak.
Guru fisika di SMA saya bilang, jarak memperkecil gaya Coulomb yang dialami dua muatan listrik. 
Jarak-yang disimbolkan dengan R- juga mengurangi gaya gravitasi benda dari bumi. Lihat saja astronot dalam film Gravity yang melayang-layang bebas tanpa ada gaya gravitasi nun jauh di luar angkasa.
Belum cukup juga. Jarak memperkecil kapasitas kapasitor keping sejajar. Itu artinya, tak banyak muatan listrik yang bisa disimpan jika kapasitor terpisah terlalu jauh.
Dan di kelas dua belas ia bercerita, jarak juga mengurangi taraf intensitas bunyi. Suara sirine ambulans yang semakin pelan ketika berada di kejauhan dijadikannya sebagai contoh.
Intinya satu; jarak itu melemahkan.

Saya benci jarak.
Jarak telah bertahun-tahun merenggut kebersamaan saya dengan kedua orang tua.
Saya masih terlalu kecil waktu itu-lima belas tahun. Dan sekarang, saya bahkan sudah lupa bagaimana rasanya melihat ayah saya pergi dan pulang kerja. 
Saya hampir lupa bagaimana rasanya masakan ibu saya. 
Dan adik bungsu saya pun tak pernah benar-benar mengenal saya. Karena jarak.
Selain melemahkan, jarak juga menghapus ingatan, rupanya.

Saya benci jarak.

Jarak berafiliasi dengan rindu.

Rindu yang hanya terucap tanpa kemungkinan untuk bertemu hanya akan menjadi kata semu.
Dan rindu yang terendap terlalu lama ternyata mampu mendatangkan luka.
Bukan luka yang bisa mereda dengan larutan povidon-iodin. Pertemuanlah menjadi satu-satunya penawar.
Satu lagi, jarak memberi luka.

Sekali lagi, saya benci jarak.
Kamu pergi dan rasa ini retak.



09022014
22:36 WDT-Waktu Di Laptop

Tidak ada komentar:

Posting Komentar